Menjadi Guru (Agama) yang Berbudi



Sejak kemunculan Kurikulum 2013 mata pelajaran agama dikonversi menjadi “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”. Pertanyaannya, “Bukankah budi pekerti adalah bagian dari pendidikan agama, dan pendidikan agama telah mencakup pula budi pekerti?”
Urgensi istilah budi pekerti dalam mata pelajaran PAI adalah untuk memberikan warna pada pendidikan agama agar tidak terlalu dogmatis. Padahal di luar itu ada dimensi sosial yang juga perlu mendapat perhatian. Jika pendidikan agama bersumber pokok pada kitab suci, maka pendidikan budi pekerti bersumber utama pada norma-norma sosial di masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya, “Berhasilkah pelajaran PAI dan Budi Pekerti melahirkan peserta didik yang berbudi?” Untuk menjawabnya tentu membutuhkan riset yang mendalam. Namun, kondisi faktual maraknya aksi klitih, perundungan (bullying), dan semacamnya yang pelakunya justru berstatus peserta didik, barangkali bisa menjadi jawaban sementara bahwa cita-cita melahirkan peserta didik yang berbudi belum optimal.
Tugas ini tidak bisa hanya dipikulkan kepada guru agama. Seluruh stakeholders pendidikan harus terlibat dan bersinergi untuk melahirkan peserta didik yang berbudi. Untuk itu human and personal touch dalam interaksi sosial di sekolah harus diperbaiki. Ranah afeksi dan psikomotorik juga harus dikembangkan searah dengan pengembangan ranah kognisi. Begitu pula verbalisme (sekadar hafalan) dalam penyampaian mata pelajaran agama harus digeser dan diganti dengan penekanan terhadap internalisasi nilai, praktik, dan pembiasaan perilaku. Tiga hal ini akan sulit terwujud jika peserta didik dihadapkan pada kontradiksi nilai (contradictory set of values); satu pihak mereka diajar bertingkah laku baik, tetapi pada saat yang sama banyak orang di lingkungan sekolah –terutama guru-- justru melakukan kebalikannya. Akibatnya, “Guru kecing berdiri, murid kencing berlari.” Karena itu, sebagai living moral exemplary bagi peserta didik, mari kita menjadi guru (agama) yang berbudi.


*) Ditulis oleh Ulfah Nurhidayah, S.Pd.I., Guru Agama di SD 1 Trirenggo Bantul
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Petuah

“Orang yang bodoh itu mati sebelum ia mati, sedangkan orang yang berilmu tetap hidup walaupun ia telah mati.” (Ta'lim al-Muta'allim)