Rahasia Sukses Pendidikan di Finlandia


Judul         : Teach Like Finland
Penulis       : Timothy D. Walker
Penerbit     : Grasindo
Terbit         : 2017
Tebal         : xxx + 198 halaman
ISBN         : 978-602-452-044-1

Pada pengujung 2001, dunia dibuat tercengang oleh Finlandia. Negara nordik dengan populasi sekira 5,5 juta orang ini mampu melampaui negara-negara lain dalam ujian PISA (Programme for International Student Assessment/Program Penilaian Siswa Internasional). Ujian ini dilakukan terhadap para siswa berusia 15 tahun, dengan materi penilaian meliputi keterampilan berpikir kritis dalam membaca, matematika, dan sains.
Dunia semakin dibuat bingung karena mendapati sistem pendidikan di Finlandia ternyata terbilang sederhana. Tidak seperti negara-negara lain yang melakukan reformasi pendidikan dengan menciptakan standar tinggi, membuka sekolah-sekolah khusus anak berbakat, menambah jam pelajaran yang melelahkan, dan menggelar beragam tes dan ujian yang ketat untuk memantau pencapaian siswa. Di Finlandia, jam pelajaran justru relatif pendek (hanya 24 jam per minggu dengan jeda istirahat 15 menit setiap selesai satu mata pelajaran 45 menit), PR pun tidak banyak, dan ujian juga tidak begitu terstandardisasi.
Pasi Sahlberg, Direktur Mobilitas Internasional, Departemen Pendidikan Nasional Finlandia, dalam Kata Pengantar buku ini menyebut bahwa ada 5 unsur penting yang membuat capaian siswa Finlandia lebih baik daripada siswa di negara lain. Pertama, Finlandia menerapkan sekolah komprehensif dengan kelas yang heterogen. Dalam sekolah ini semua mata pelajaran mendapat porsi yang sama sehingga memberi kesempatan semua anak mengolah aspek kepribadian dan bakat mereka. Dalam sekolah ini juga tidak ada sekolah swasta dan tidak pula memisah-misahkan kemampuan atau status sosial ekonomi siswa.
Kedua, konsekuensi dari kelas yang heterogen, para guru harus lulus dari program magister berbasis penelitian. Dengan basis ini diharapkan para guru mampu secara kolektif merancang kurikulum, memilih cara paling efektif untuk mengajar, menilai seberapa baik anak didik dalam belajar, dan mengembangkan profesi keguruan mereka secara mandiri.
Ketiga, kesejahteraan (well-being), kesehatan, dan kebahagiaan siswa merupakan salah satu tujuan utama bersekolah. Kesejahteraan yang dimaksud bukanlah tunjangan, melainkan mindset momen kegembiraan yang tercipta dari proses mengajar-belajar. Bagaimana anak mempunyai waktu luang yang cukup tanpa beban dan tekanan, sekaligus gurunya bisa me-recharge energinya dengan caranya masing-masing agar esok hari bisa kembali ke kelas dengan semangat dan bahagia. Untuk mewujudkan hal ini setiap sekolah di Finlandia harus membentuk tim kesejahteraan dan kesehatan. Karena itulah setiap sekolah di Finlandia wajib mempunyai psikolog, perawat, suster, dan pembimbing konseling.
Keempat, selain melakukan tugas kepemimpinan, kepala sekolah di Finlandia juga harus mengajar dalam kelas agar mereka bisa berinteraksi langsung, mendengar curhat para siswa, dan memiliki pengalaman di kelas. Menurut Sahlberg, para pemimpin adalah guru dan para guru adalah pemimpin.
Kelima, sebagai variasi pembelajaran di sekolah, ditetapkan kebijakan tertentu sehingga siswa tetap aktif saat tidak di sekolah dengan mengikuti beragam asosiasi atau perkumpulan baik dalam bidang olahraga, seni, budaya, maupun lainnya. Sekolah di Finlandia membuka jaringan dan hubungan yang sangat kuat dengan hampir seluruh asosiasi atau perkumpulan tersebut. (hlm. xiv - xvii)
Buku ini ditulis Timothy D. Walker berdasarkan pengalamannya mengajar di sebuah sekolah dasar di Helsinki Finlandia. Sebelumnya, Tim (panggilan karib Timothy), adalah guru di Amerika Serikat lalu hijrah ke Finlandia bersama istrinya, warga asli Finlandia. Sebagai mantan guru di Amerika Serikat, Tim bisa membandingkan dan memberi narasi sangat apik tentang rahasia kesuksesan pendidikan Finlandia.
Ada 33 strategi sederhana yang diungkap Tim dalam buku ini, dan sebagai strategi terpuncaknya Tim menyebut bahwa kebahagiaan adalah strategi paling penting. Karena itulah di pengujung buku ini Tim berpesan: Jangan Lupa Bahagia! (hlm. 190). Bahkan, berdasarkan penelitian berkelanjutan, kebahagiaan bukanlah hasil dari kesuksesan, melainkan kunci kesuksesan. Ini pula yang menjadikan kelas lebih menyenangkan. (hlm. 6)
Strategi-strategi yang diungkap Tim tampaknya tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan konsep warisan Ki Hajar Dewantara tentang filosofi sekolah sebagai taman yang menyenangkan dan membahagiakan. Menghidupkan kembali wejangan-wejangan edukatif Ki Hajar Dewantara dan memadukannya dengan pendidikan ala Finlandia tentu akan menghasilkan pendidikan nasional Indonesia yang paripurna.
  
*) Diresensi oleh Ulfah Nurhidayah, Guru SD Negeri 1 Trirenggo Bantul DIY.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Petuah

“Orang yang bodoh itu mati sebelum ia mati, sedangkan orang yang berilmu tetap hidup walaupun ia telah mati.” (Ta'lim al-Muta'allim)